Sesuai dengan namanya, asteroid 2012 DA14 ditemukan oleh tim astronom
dari Observatorium La Sagra di dataran tinggi Andalusia, Spanyol, pada
2012.
Pada suatu malam yang cerah, 22 Februari setahun lalu, teleskop yang tersimpan di dalam kubah berputar menyigi langit berupaya mencari asteroid. Itu misi baru bagi teleskop yang semula bertugas mencari sampah antariksa tersebut.
Saat bergerak sendiri menyusuri petak langit yang belum pernah disigi, teleskop tersebut menjumpai setitik cahaya. Cahaya yang tak pernah tampak sebelumnya itu bergerak cepat di antara bintang-bintang. Hasil analisis menunjukkan cahaya tersebut adalah asteroid baru berukuran 45 meter.
"Saat itu jaraknya 4,3 juta kilometer dan sedang menjauh," ujar ahli astronomi dari Observatorium La Sagra, Jaime Nomen, di laman resmi mereka. Jarak terdekat terjadi sepekan sebelumnya, yaitu 2,6 juta kilometer.
Utak-atik posisi asteroid sampai pada kesimpulan bahwa asteroid ini mengelilingi matahari dalam kurun waktu yang nyaris sama dengan revolusi Bumi, yaitu 366,24 hari. Rupa orbit asteroid ini juga hampir sama bulatnya dengan Bumi. Hanya saja, pusat lingkaran orbit ini tidak saling berimpit.
Suatu waktu, asteroid ini bisa berada dalam lingkaran orbit Bumi, sedangkan pada waktu lain mengorbit di luarnya. Bumi dan asteroid ini salip-menyalip sehingga batu angkasa ini bisa digolongkan sebagai kelompok asteroid Apollo, yaitu asteroid yang saling memotong dengan orbit bumi.
Akibat orbit yang saling berdekatan, ahli astronomi khawatir kedua benda angkasa ini akan bertabrakan di masa depan. "Potensi tabrakan ada ketika berada di titik terdekat," kata Nomen. Apalagi prediksi awal mereka menunjukkan asteroid akan merapat sedekat 30 ribu kilometer pada 16 Februari 2013.
Dosen dari Program Studi Astronomi Institut Teknologi Bandung, Budi Dermawan, mengatakan kecemasan tersebut disebabkan oleh data yang minim. Untuk memastikan penghitungan itu, astronom dari pelbagai observatorium di dunia mengarahkan teropong ke langit guna memotret asteroid ini. Data yang semakin menggunung memungkinkan astronom mengoreksi penghitungan.
"Kalau pun ada kesalahan penghitungan, satelit hanya melenceng beberapa kilometer saja dari prediksi," ujar Budi saat dihubungi, Senin lalu.
SUMBER
Pada suatu malam yang cerah, 22 Februari setahun lalu, teleskop yang tersimpan di dalam kubah berputar menyigi langit berupaya mencari asteroid. Itu misi baru bagi teleskop yang semula bertugas mencari sampah antariksa tersebut.
Saat bergerak sendiri menyusuri petak langit yang belum pernah disigi, teleskop tersebut menjumpai setitik cahaya. Cahaya yang tak pernah tampak sebelumnya itu bergerak cepat di antara bintang-bintang. Hasil analisis menunjukkan cahaya tersebut adalah asteroid baru berukuran 45 meter.
"Saat itu jaraknya 4,3 juta kilometer dan sedang menjauh," ujar ahli astronomi dari Observatorium La Sagra, Jaime Nomen, di laman resmi mereka. Jarak terdekat terjadi sepekan sebelumnya, yaitu 2,6 juta kilometer.
Utak-atik posisi asteroid sampai pada kesimpulan bahwa asteroid ini mengelilingi matahari dalam kurun waktu yang nyaris sama dengan revolusi Bumi, yaitu 366,24 hari. Rupa orbit asteroid ini juga hampir sama bulatnya dengan Bumi. Hanya saja, pusat lingkaran orbit ini tidak saling berimpit.
Suatu waktu, asteroid ini bisa berada dalam lingkaran orbit Bumi, sedangkan pada waktu lain mengorbit di luarnya. Bumi dan asteroid ini salip-menyalip sehingga batu angkasa ini bisa digolongkan sebagai kelompok asteroid Apollo, yaitu asteroid yang saling memotong dengan orbit bumi.
Akibat orbit yang saling berdekatan, ahli astronomi khawatir kedua benda angkasa ini akan bertabrakan di masa depan. "Potensi tabrakan ada ketika berada di titik terdekat," kata Nomen. Apalagi prediksi awal mereka menunjukkan asteroid akan merapat sedekat 30 ribu kilometer pada 16 Februari 2013.
Dosen dari Program Studi Astronomi Institut Teknologi Bandung, Budi Dermawan, mengatakan kecemasan tersebut disebabkan oleh data yang minim. Untuk memastikan penghitungan itu, astronom dari pelbagai observatorium di dunia mengarahkan teropong ke langit guna memotret asteroid ini. Data yang semakin menggunung memungkinkan astronom mengoreksi penghitungan.
"Kalau pun ada kesalahan penghitungan, satelit hanya melenceng beberapa kilometer saja dari prediksi," ujar Budi saat dihubungi, Senin lalu.
SUMBER
0 komentar:
Posting Komentar