Kota Jakarta banyak memiliki bunker peninggalan penjajah. Bunker-bunker
itu ada di bawah tanah beberapa kawasan di Jakarta. Seperti apa bunker
tersebut dan bagaimana sejarahnya? Pradaningrum Mijarto dari Warta Kota
menuliskannya.
Sejarah Kota Megapolitan Jakarta juga berkaitan dengan keberadaan bunker (ruang bawah tanah) yang tersebar di bawah tanah kota itu. Tak hanya di kawasan Kota Tua, atau Tanjungpriuk, data yang ada menyebutkan kawasan Kramat, Kebon Sirih, hingga Meester Cornelis pun menyimpan bekas bunker di bawahnya. Ketika saya mendengar kabar ada satu lagi bunker di kawasan Kota Tua, tentu ini menjadi penggenap data tentang keberadaan bunker di bawah tanah Jakarta.
Mencari sejarah bunker di Batavia, tak seperti mencari kisah tentang bagaimana Batavia dibangun. Kisah tentang bunker, seperti keberadaan bunker itu sendiri, berada jauh terselip di dalam terbitan-terbitan, baik majalah ataupun koran yang terbit di Belanda. Tak masalah, yang penting ada sedikit data, kemudian menelusuri fakta di lapangan. Maka sekali lagi, setelah bunker di bawah Stasiun Tanjungpriuk, bunker di depan Museum Sejarah Jakarta (MSJ), kini bunker lain terkuak sedikit.
Bunker yang baru kemarin saya jenguk, berbeda dengan dua bunker lain. Bunker di bawah Jalan Kalibesar Timur (di masa lampau kawasan ini disebut Pasar Pisang) ini dalam kondisi seperti ruang-ruang perkantoran atau ruang penyimpanan barang berharga. Pintu-pintu besi pernah menjadi penjaga ruang bawah tanah ini. Ada beberapa ruangan yang terbilang luas di bunker ini. Namun tentu penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui apakah bunker ini punya koneksi ke bunker lain di kawasan itu, apakah bunker ini hanya sebagai penyimpan barang berharga, atau juga sebagai ruang perlindungan manusia.
Di masa antara 1937-1942, Perang Dunia (PD) II, Pemerintah Belanda mengharuskan seluruh bangunan pemerintah membangun bunker. Selain sebagai penyimpan barang berharga, juga sebagai perlindungan saat PD II itu. Namun demikian, ternyata warga Belanda juga melengkapi rumah mereka dengan bunker. Itu terungkap dalam bukti-bukti berupa foto dan sebuah kisah khusus tentang bunker dalam majalah d'Orient. Maka bentuk dan peruntukan bunker pun jadi beragam. Untuk mengungkap keberadaan bunker, lagi-lagi ini perlu penelitian.
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kota Tua, Candrian Attahiyyat, menyatakan, tahun ini sudah ada anggaran untuk melakukan penggalian. Boleh jadi, salah satunya adalah mengungkap keberadaan bunker di kawasan Kota Tua. "Kita belum bisa menentukan apakah bunker itu hanya untuk menyimpan barang berharga atau juga untuk perlindungan. Harus diteliti lebih dalam dari sisi arkeologi. Kalau ternyata ada lubang udara, itu berarti bunker itu berfungsi juga untuk bersembunyi," tandasnya.
Ia menambahkan, ciri-ciri bunker di kawasan tersebut, seperti yang sudah diinventarisir UPT Kota Tua, meskipun belum ada upaya pengecekan, adalah berada di bawah tangga. Demikian pula bunker yang masih menyisakan air setinggi mata kaki di bawah gedung Rotterdam Lloyd ini. Bunker dengan tinggi sekitar empat meter tersebut dalam keadaan gelap gulita, untuk turun ke bunker itu, orang tak akan menyangka sebab pintu masuknya sudah tertutup dengan timbunan kayu, rontokan tembok, dan seng.
Sejarah bangunan milik perusahaan pelayaran Rotterdam Lloyd tak terungkap banyak. Setidaknya ada tahun yang menyatakan pembangunan gedung yaitu 1938.
Semoga keberadaan bunker di bangunan tua tak lantas menjadi kesempatan bagi pengejar untung belaka, dunia hiburan, yang hanya akan mengangkat hal mistis. Tak ada yang mistis di gedung tua, di dalam bunker, atau peninggalan apapun. Yang ada adalah sejarah panjang yang berhimpun, berimpitan dan menantang untuk segera diungkap.
Sejarah Kota Megapolitan Jakarta juga berkaitan dengan keberadaan bunker (ruang bawah tanah) yang tersebar di bawah tanah kota itu. Tak hanya di kawasan Kota Tua, atau Tanjungpriuk, data yang ada menyebutkan kawasan Kramat, Kebon Sirih, hingga Meester Cornelis pun menyimpan bekas bunker di bawahnya. Ketika saya mendengar kabar ada satu lagi bunker di kawasan Kota Tua, tentu ini menjadi penggenap data tentang keberadaan bunker di bawah tanah Jakarta.
Mencari sejarah bunker di Batavia, tak seperti mencari kisah tentang bagaimana Batavia dibangun. Kisah tentang bunker, seperti keberadaan bunker itu sendiri, berada jauh terselip di dalam terbitan-terbitan, baik majalah ataupun koran yang terbit di Belanda. Tak masalah, yang penting ada sedikit data, kemudian menelusuri fakta di lapangan. Maka sekali lagi, setelah bunker di bawah Stasiun Tanjungpriuk, bunker di depan Museum Sejarah Jakarta (MSJ), kini bunker lain terkuak sedikit.
Bunker yang baru kemarin saya jenguk, berbeda dengan dua bunker lain. Bunker di bawah Jalan Kalibesar Timur (di masa lampau kawasan ini disebut Pasar Pisang) ini dalam kondisi seperti ruang-ruang perkantoran atau ruang penyimpanan barang berharga. Pintu-pintu besi pernah menjadi penjaga ruang bawah tanah ini. Ada beberapa ruangan yang terbilang luas di bunker ini. Namun tentu penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui apakah bunker ini punya koneksi ke bunker lain di kawasan itu, apakah bunker ini hanya sebagai penyimpan barang berharga, atau juga sebagai ruang perlindungan manusia.
Di masa antara 1937-1942, Perang Dunia (PD) II, Pemerintah Belanda mengharuskan seluruh bangunan pemerintah membangun bunker. Selain sebagai penyimpan barang berharga, juga sebagai perlindungan saat PD II itu. Namun demikian, ternyata warga Belanda juga melengkapi rumah mereka dengan bunker. Itu terungkap dalam bukti-bukti berupa foto dan sebuah kisah khusus tentang bunker dalam majalah d'Orient. Maka bentuk dan peruntukan bunker pun jadi beragam. Untuk mengungkap keberadaan bunker, lagi-lagi ini perlu penelitian.
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kota Tua, Candrian Attahiyyat, menyatakan, tahun ini sudah ada anggaran untuk melakukan penggalian. Boleh jadi, salah satunya adalah mengungkap keberadaan bunker di kawasan Kota Tua. "Kita belum bisa menentukan apakah bunker itu hanya untuk menyimpan barang berharga atau juga untuk perlindungan. Harus diteliti lebih dalam dari sisi arkeologi. Kalau ternyata ada lubang udara, itu berarti bunker itu berfungsi juga untuk bersembunyi," tandasnya.
Ia menambahkan, ciri-ciri bunker di kawasan tersebut, seperti yang sudah diinventarisir UPT Kota Tua, meskipun belum ada upaya pengecekan, adalah berada di bawah tangga. Demikian pula bunker yang masih menyisakan air setinggi mata kaki di bawah gedung Rotterdam Lloyd ini. Bunker dengan tinggi sekitar empat meter tersebut dalam keadaan gelap gulita, untuk turun ke bunker itu, orang tak akan menyangka sebab pintu masuknya sudah tertutup dengan timbunan kayu, rontokan tembok, dan seng.
Sejarah bangunan milik perusahaan pelayaran Rotterdam Lloyd tak terungkap banyak. Setidaknya ada tahun yang menyatakan pembangunan gedung yaitu 1938.
Semoga keberadaan bunker di bangunan tua tak lantas menjadi kesempatan bagi pengejar untung belaka, dunia hiburan, yang hanya akan mengangkat hal mistis. Tak ada yang mistis di gedung tua, di dalam bunker, atau peninggalan apapun. Yang ada adalah sejarah panjang yang berhimpun, berimpitan dan menantang untuk segera diungkap.
0 komentar:
Posting Komentar