Kentik Lestario mengabaikan panggilan telepon dari Klinik Yayasan Kanker Indonesia pada tahun 2008 hingga dua pekan. Padahal panggilan itu mengabarkan hasil pap smear (uji deteksi kanker leher rahim). Ia merasa tak perlu segera menanggapinya. Toh, selama ini hasilnya selalu negatif. "Saya merasa tak mungkin kena," ujar perempuan 66 tahun ini ketika dihubungi, Jumat, 1 Maret 2013.
Ternyata, panggilan tersebut memberi jawaban positif untuk hasil pap smear-nya. "Hasil biopsi dan penjelasan dokter, saya dinyatakan stadium 1 A, masih pra-kanker, dan untungnya sangat dini," ia menambahkan. Waktu itu, Kentik berusia 62 tahun. Ia sudah rutin menjalankan pap smear sejak usia 45 tahun. Selama itu, Kentik selalu keluar dari klinik tanpa merasa waswas.
Memang ada kegentaran kalau hasilnya positif. Tapi Kentik berpikir sebaliknya. "Kalau memang hasilnya positif, apa Anda mau bawa penyakit di mana-mana," kata apoteker ini. Akhirnya, ia pun merutinkan periksa dini dengan membuat jadwal saban hari ulang tahunnya. "Ini sebagai hadiah karena kesehatan itu tidak ada bandingannya," ujar Kentik.
Tidak banyak orang yang berpikir seperti Kentik di Indonesia. Penuturan Penanggung Jawab Klinik Yayasan Kanker Indonesia, Rebecca N. Angka, masih ada orang-orang yang takut untuk deteksi dini. Bukan takut soal harga pemeriksaan, melainkan takut mendengar dan melihat hasil deteksi tersebut. "Ada yang sengaja memang tidak mengambil hasilnya. Ketika dihubungi, mereka mengaku takut melihat hasil pemeriksaan," dia menjelaskan.
Rebecca pun tak kuasa untuk memaksa. Sebab, memang ada yang datang ke klinik bukan karena kesadaran dini terhadap kanker, melainkan karena ajakan. "Lha, saya juga bingung, kenapa mereka mau periksa dan juga mau bayar," kata dokter yang memiliki gelas master biomedika ini. Ia menengarai, para perempuan tersebut memang ingin periksa, tapi juga takut melihat hasilnya.
Ketakutan hasil positif itu disebabkan asosiasi kanker dengan kematian. "Konotasinya itu selalu berkaitan dengan vonis mati, sakit, dan itu menakutkan," ujar Rebecca. Lalu, ketika dinyatakan positif, penderita juga masih harus menjalani sejumlah pemeriksaan. "Mungkin itu juga pengaruh karena rentetannya yang dianggap terlalu panjang," ia menjelaskan.
Deteksi dini kanker yang memungkinkan saat ini adalah kanker payudara, kanker leher rahim, kanker paru, dan kanker usus besar. Untuk kanker paru, bisa dengan rontgen, tapi memang tidak bisa langsung ditemukan lokasinya. Begitu juga kanker usus besar dengan kolonoskopi. Untuk kanker usus dan kanker paru, perlu ada biopsi dan pemeriksaan lanjutan. Di Klinik milik Yayasan Kanker, selama ini sudah dibuka layanan pap smear dan mamografi (deteksi kanker payudara).
Pemeriksaan dini kanker sebenarnya menguntungkan bagi kesehatan dan keuangan. Sebab, jika diketahui stadium kanker lebih dini, bisa diterapi hingga sembuh 100 persen. Otomatis, biaya perawatannya pun jadi lebih murah, ketimbang harus menangani kanker stadium lanjut yang perlu operasi, radioterapi, hingga kemoterapi.
Kentik sudah membuktikan, karena kondisi kankernya masih stadium 1A, ia berhasil sembuh. "Seratus persen sembuh, sekarang tidak ada keluhan," kata perempuan bercucu dua ini. Rebecca menjelaskan, untuk pap smear memang memungkinkan diketahui stadium pra-kanker. Pada stadium ini sudah terjadi perubahan sel tubuh (displasia). Tapi, kalau terlambat, ya perlu banyak proses yang harus dijalani.
0 komentar:
Posting Komentar